ISESS apresiasi langkah Kemhan bentuk komcad

Sekalipun pembentukan komcad penting karena sesuai amanat konstitusi dan Sishanta, tetapi tidak boleh dilakukan dengan tergesa-gesa.

Peserta mahasiswa angkatan 32 mengikuti Upacara Pendidikan Bela Negara (PBN) di Lapangan Universitas Siliwangi, Kota Tasikmalaya, Jabar, pada Senin (8/1/2018). Foto Antara/Adeng Bustomi

Pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, merespons positif langkah pemerintah membentuk komponen cadangan (komcad). Alasannya, konstitusi mengamanatkan setiap warga berkewajiban dan berhak membela negara, yang kemudian disebut Sistem Pertahanan Semesta (Sishanta), dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (UU PSDN).

Urgensi komcad, sambungnya, makin menguat jika mengacu perang generasi keempat (4th generation warfare/4GW). Peperangan generasi keempat adalah konflik yang ditandai dengan kaburnya garis antara perang dan politik, kombatan dan warga sipil sehingga monopoli negara atas pasukan tempur berkurang drastis karena kembali ke mode konflik umum di zaman pramodern, di mana salah satu partisipan utamanya bukanlah negara melainkan aktor nonnegara.

"Peperangan generasi keempat sering kali melibatkan pelaku kekerasan nonnegara yang mencoba menerapkan aturan atau kehendak mereka sendiri atau setidaknya mencoba untuk mengacaukan dan mendelegitimasi negara tempat peperangan terjadi sampai negara menyerah atau menarik diri," katanya saat dihubungi Alinea.id, Kamis (7/10).

Khairul melanjutkan, peperangan generasi keempat sering tampak dalam konflik yang melibatkan negara gagal dan perang saudara, terutama yang melibatkan aktor nonnegara, masalah etnis atau agama yang sulit diselesaikan, atau disparitas militer konvensional yang parah. Konflik ini cenderung terjadi di wilayah geografis yang digambarkan sebagai celah nonintegrasi.

"Dari gambaran itu jelas bahwa komcad yang direkrut dari berbagai potensi sumber daya nasional tersebut merupakan solusi yang disiapkan oleh Sishanta dalam rangka mempersempit disparitas militer konvensional terkait penanganan sumber-sumber ancaman, seperti teknologi, globalisasi, fundamentalisme agama, dan pergeseran norma moral dan etika yang relatif tidak dikuasai oleh militer konvensional," tuturnya.