Jalan terjal integrasi lembaga riset di bawah BRIN

Proses integrasi lembaga-lembaga riset dengan BRIN diprediksi memakan waktu hinggal lebih dari setahun.

Ilustrasi integrasi BRIN dan lembaga riset. Alinea.id/Bagus Priyo

Usai mengundurkan diri sebagai Menteri Riset dan Teknologi dan Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro menyempatkan diri hadir dalam webminar yang digelar Ikatan Alumni Program Habibie (IABI) pada pertengahan April lalu. 

Dalam seminar itu, Bambang bercerita mengenai peliknya mendorong Indonesia lepas dari jebakan negara kelas menengah dan beralih menjadi negara maju lewat upaya-upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). 

Pada kesempatan itu, Bambang meminta maaf kepada anak buahnya di Kemenristek/BRIN. "Saya mohon maaf karena selama setahun (menjabat Menristek/BRIN), mereka tidak punya status yang jelas,” kata akademikus Universitas Indonesia (UI) tersebut. 

Bambang dilantik jadi Menristek/Kepala BRIN pada 23 Oktober 2019. Selama lebih dari 16 bulan memimpin, Bambang tak kunjung merampungkan struktur organisasi di lembaga tersebut. Dalam situs resminya, tertulis hanya ada dua deputi di lembaga itu, yakni Deputi Penguatan Inovasi dan Deputi Penguatan Riset dan Pengembangan. Keduanya dipegang oleh pelaksana tugas. 

Kini, lewat kesepakatan di rapat paripurna yang digelar di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, awal April lalu, BRIN dilepaskan dari Kemenristek dan berstatus otonom. Kemenristek kembali digabungkan dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).