Jihadis keluarga, bentuk provokasi jaringan teroris

Dalang pelaku teroris memiliki sejumlah alasan melibatkan satu keluarga dalam aksi teror.

Terorisme di Surabaya melibatkan keluarga dan anak-anak/Antara Foto

Rentetan bom yang terjadi di Surabaya pada akhir pekan lalu, tidak hanya membawa duka atas korban tapi juga menimbulkan rasa keprihatinan atas pelaku. Menyertakan istri dan anak untuk melakukan aksi keji tersebut tentu tidak bisa diterima secara akal sehat.

Namun dalang terorisme punya alasan kuat memilih keluarga yang terdiri dari suami, istri, dan anak sebagai pelaku bom. Salah satunya karena memiliki nilai berita yang tinggi. 

Pengamat terorisme Solahudin menilai, pelibatan anak dan istri sebagai pelaku teror didorong sejumlah faktor. Pertama, alasan pengamanan di jaringan. Melibatkan anak dan perempuan akan sulit diidentifikasi oleh polisi, sebab langkahnya dinilai tidak terlalu mencolok bahkan sulit dipantau aparat.

Kedua, pelaku keluarga mendapatkan porsi besar dari sejumlah media massa yang memberitakan. Dalang pelaku teror sadar  media massa akan menempatkan kasus ini sebagai peristiwa dengan nilai berita paling tinggi. Nah, yang harus disadari, kata Solahudin, terorisme tanpa media itu tidak akan 'bunyi', karena inti dari terorisme adalah menyebarkan rasa takut.

Ketiga, sebagai langkah memprovokasi jaringan.