Kebijakan Menag Lukman sebabkan jual beli jabatan di UIN

PMA Nomor 68 tahun 2015 dinilai memberi peluang terjadinya praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (tengah) memberikan keterangan pers terkait OTT kasus dugaan suap terkait seleksi pengisian jabatan pimpinan tinggi di Kementerian Agama (Kemenag), di Jakarta, Sabtu (16/3)./ Antara Foto

Dugaan praktik jual beli jabatan untuk posisi rektor Universitas Islam Negeri (UIN) dinilai bermuara pada keputusan Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin yang menerbitkan Peraturan Menteri Agama Nomor 68 tahun 2015. Peraturan tersebut dinilai memberi peluang terjadinya praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Pengamat pendidikan Doni Koesuma menjelaskan, hal ini disebabkan peraturan tersebut memberi kewenangan terlalu besar pada menteri agama, untuk menentukan rektor terpilih.

"Kan sudah ada panitia seleksi (pansel) yang diusulkan oleh PT (perguruan tinggi), menteri masih harus membuat panitia seleksi yang kriteria orangnya tidak jelas. Potensi KKN ada saat tiga nama masuk ke tangan Menag," ujar Doni kepada jurnalis Alinea.id di Jakarta, Jumat (22/3).

Oleh karena itu, dia menyarankan agar porsi Kemenag dalam menentukan rektor diperkecil. Tim seleksi pun didorong agar hanya mengajukan satu nama calon rektor untuk ditetapkan.

Cara demikian dinilai dapat memperkecil celah terjadinya praktik KKN. Sebab, Kemenag tidak punya pilihan lain karena memiliki kewenangan yang setara dengan panitia seleksi.