Jurnalisme dan mundurnya demokrasi Indonesia

Konglomerasi media jadi tantangan jurnalisme Indonesia.

lustrasi Alinea.id/Dwi Setiawan/Demokrasi

Direktur Center for Media Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Wijayanto menyampaikan, manipulasi opini publik menjadi tantangan terbesar jurnalisme Indonesia. Menurut Wijayanto, manipulasi opini publik menjadi salah satu penyumbang mundurnya demokrasi Indonesia, selain sebaran hoaks dan ujaran kebencian.

"Secara umum ada beberapa tantangan jurnalisme Indonesia. Konglomerasi media, budaya talking and clikbait jurnalisme, manipulasi opini publik, rendahnya kesadaran publik terhadap jurnalisme berkualitas sebagai tanggungjawab bersama, dan kekerasan terhadap jurnalisme," kata Wijayanto dalam diskusi daring Forum 100 Ilmuwan Sosial Politik bertajuk "Tantangan Jurnalisme di Tengah Disrupsi dan Kemunduran Demokrasi," Senin (3/5).

Wijayanto mengaku belum menemukan riset terkait jurnalisme online yang bermutu. Namun, berdasarkan keluhan praktisi media dan akademisi, kata dia, jurnalisme di Indonesia mengalami kemunduran. "Tapi ketika saya tanya apakah langganan jurnalisme berbayar? Itu ternyata tidak. Padahal sudah saatnya publik sadar, kalau mau jurnalisme yang baik maka harus mau iuran," kata dia.

Jurnalisme clikbait, lanjutnya, sejalan dengan praktik talking news. Menurutnya, media atau wartawan kerap membuat sebuah berita berdasarkan pernyataan narasumber secara langsung. Contohnya adalah ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan tidak ada virus corona atau Covid-19 di Indonesia pada Januari 2020.

Akibatnya, publik yang membaca berita tersebut langsung percaya dan mengabaikan antisipasi dini masuknya virus dari Wuhan, China tersebut pada Maret 2020. "Meskipun kita tidak bisa menyalahkan pemerintah kenapa gegabah mengeluarkan statement, tapi menurut saya, jurnaslime juga bisa ikut berperan dalam menyeleksi (crosscheck). Jangan dikutip begitu saja," kata dia.