Kasus PMK yang dilaporkan diyakini terlalu kecil

Tidak semua hewan ternak yang sakit akibat PMK dilaporkan pemilik ternak.

Kasus PMK yang dilaporkan diyakini terlalu kecil. Foto Istimewa

Jumlah kasus penyakit mulut dan kuku atau PMK pada hewan ternak di lapangan diyakini lebih besar dari data yang dilaporkan dan dicatat pemerintah. Ini karena peternak enggan melaporkan ternaknya yang terjangkit PMK untuk menghindari kerugian yang semakin besar.

Wakil Ketua Komisi Tetap Bidang Peternakan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Yudi Guntara Noor mengapresiasi pelaporan kasus PMK oleh pemerintah lewat laman siagapmk.id. Namun, kata dia, jumlah kejadian PMK di lapangan lebih besar dari data yang dilaporkan itu.

"Dengan pengumpulan data surveilans di lapangan, mohon maaf, saya melihat ini puncak gunung es. Melihat data yang paling kecil saja di koperasi persusuan, datanya dua minggu lalu kami bandingkan itu korbannya jauh lebih besar daripada data nasional," kata Yudi dalam webinar mengenai PMK di Jakarta, Jumat (1/7) kemarin.

Yudi menjelaskan, data Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) per 22 Juni mencatat kematian sapi akibat PMK di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat sebanyak 1.601 ekor dan sapi yang dipotong paksa 2.852 ekor. Sementara data di siagapmk.id sebesar 2.460 ekor ternak dipotong paksa dan 1.499 ekor mati akibat PMK secara nasional di seluruh Indonesia. 

Keyakinan serupa disampaikan Nanang Purus Subendro. Menurut Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) ini, kejadian yang dicatat pemerintah itu tidak ada seperlima dari kejadiaan riil.