KPAI mendorong demikian seiring maraknya kasus intoleransi di dunia pendidikan. Kasus terakhir di SMK Negeri 2 Padang.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendorong Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyosialisasikan dan mengadakan pelatihan kepada para pendidik, kepala sekolah, hingga pengawas sekolah tentang nilai-nilai demokrasi dan HAM.
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, menyatakan demikian seiring terbongkarnya kasus mewajibkan siswi nonmuslim untuk mengendakan jilbab di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 2 Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar). Apalagi, hal tersebut bukan kejadian intoleransi pertama di dunia pendidikan.
"Pemahaman pejabat dan guru-guru dari PNS di bidang pendidikan masih tampak kesulitan membedakan area keyakinan pribadi dengan nilai dasar yang dipegangnya sebagai pemerintah. Ini yang menyebabkan mengapa kepala sekolah atau guru mudah melakukan diskriminasi terhadap siswa yang berbeda agama dan keyakinan,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (26/1).
Kejadian intoleransi di dunia pendidikan sebelumnya terjadi di Bali karena melarang penggunaan jilbab pada 2014; Surat Edaran (SE) Kepala Sekolah Dasar (SD) Negeri 3 Karang Tengah, Gunung Kidul, Yogyakarta, yang mewajibkan peserta didik memakai seragam muslim pada 2019; serta siswa aktivis Kerohanian Islam (Rohis) SMA 1 Gemolong, Sragen, merundung siswi yang tidak berjilbab pada 2020.
Menurut Retno, sekolah semestinya menjadi tempat yang paling aman dan nyaman untuk tumbuh kembang anak. Potensi intelektual dan spiritual diasah untuk menjadi bekal di masa depan. Dengan demikian, sekolah harus menjadi tempat strategis membangun kesadaran kebhinekaan dan toleransi.