Kemenhan tak bisa monopoli keputusan beli alutsista

Kemenhan telah meneken pengadaan alutsista dengan produsen asal Italia dan Prancis.

Kapal perang jenis Elettra yang diproduksi pabrikan asal Italia, Fincantieri. Dokumentasi Fincantieri

Pengamat militer, Alman Helvas, menyatakan, Kementerian Pertahanan (Kemenhan) tidak bisa memonopoli keputusan pembelian alat utama sistem senjata (alutsista). Pangkalnya, butuh kesepakatan antarlembaga pemerintah dalam prosesnya.

"Keputusan terakhir bukan di Kemenhan karena untuk keuangannya ada di Kementerian Keuangan. Kan, kontrak kalau enggak ada uangnya juga enggak bisa jalan. Jadi, kuncinya ini ada di Kementerian Keuangan," ucapnya saat dihubungi Alinea, Senin (14/6).

"Kalau Kementerian Keuangan setuju anggarannya, kemudian nanti anggaran disiapkan, dan kontrak bisa efektif. Tapi kalau Kementerian Keuangan tidak sejutu dengan anggarannya, ya, kontraknya bisa enggak efektif," sambung dia.

Dalam merancang kebutuhan dan mengeksekusi pembelian alutsista, terang Alman, butuh kesepakatan juga dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sekalipun Kemenhan menjadi "ujung tombaknya".

Karenanya, dirinya memastikan, Indonesia berpeluang batal membeli enam Frigat kelas FREEM dan modernisasi 2 Frigat kelas Maestrale disertai dukungan logistik terkait, kapal perang produksi Fincantieri yang berbasis di Italia, ataupun 36 jet tempur multiperan jenis Rafale yang dibuat Dassault Aviation. Padahal, telah ada kontrak yang diteken dua pihak.