sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kemenhan tak bisa monopoli keputusan beli alutsista

Kemenhan telah meneken pengadaan alutsista dengan produsen asal Italia dan Prancis.

Fatah Hidayat Sidiq
Fatah Hidayat Sidiq Senin, 14 Jun 2021 11:49 WIB
Kemenhan tak bisa monopoli keputusan beli alutsista

Pengamat militer, Alman Helvas, menyatakan, Kementerian Pertahanan (Kemenhan) tidak bisa memonopoli keputusan pembelian alat utama sistem senjata (alutsista). Pangkalnya, butuh kesepakatan antarlembaga pemerintah dalam prosesnya.

"Keputusan terakhir bukan di Kemenhan karena untuk keuangannya ada di Kementerian Keuangan. Kan, kontrak kalau enggak ada uangnya juga enggak bisa jalan. Jadi, kuncinya ini ada di Kementerian Keuangan," ucapnya saat dihubungi Alinea, Senin (14/6).

"Kalau Kementerian Keuangan setuju anggarannya, kemudian nanti anggaran disiapkan, dan kontrak bisa efektif. Tapi kalau Kementerian Keuangan tidak sejutu dengan anggarannya, ya, kontraknya bisa enggak efektif," sambung dia.

Dalam merancang kebutuhan dan mengeksekusi pembelian alutsista, terang Alman, butuh kesepakatan juga dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sekalipun Kemenhan menjadi "ujung tombaknya".

Karenanya, dirinya memastikan, Indonesia berpeluang batal membeli enam Frigat kelas FREEM dan modernisasi 2 Frigat kelas Maestrale disertai dukungan logistik terkait, kapal perang produksi Fincantieri yang berbasis di Italia, ataupun 36 jet tempur multiperan jenis Rafale yang dibuat Dassault Aviation. Padahal, telah ada kontrak yang diteken dua pihak.

"Itu baru kontrak awal (preamble contract). Jadi, kemudian kontrak itu juga belum berlaku (coming into force), jadi kontrak itu klausulnya belum berlaku sekarang," jelasnya.

Sekalipun sudah pada tahap coming into force, Alman melanjutkan, kerja sama belum bisa dieksekusi hingga tahapan tanggal kontrak berlaku efektif (effective date of contract) berlaku. Pada fase ini, pihak pembeli harus sudah membayar uang muka, produsen kemudian memproduksi alutsista yang dipesan.

"Nah, dari tahap yang sekarang, kontrak sudah ditandatangani tetapi belum berlaku, sampai effective date of contract itu jangkanya masih panjang. Dalam artinya, ada proses yang harus dilalui di internal pemerintah sendiri, jadi harus ada proses antarkementerian, seperti Kementerian Pertahanan, Bappenas, Kemenkeu," tuturnya.

Sponsored

Menurutnya, praktik bisnis tersebut lazim dilakukan. Bahkan, ada pengadaan alutsista yang dilakukan Kemenhan pada beberapa tahun lalu belum terealisasi sampai sekarang.

"Misalnya waktu menterinya masih yang lama, masih Ryamizard, itu ada kontrak pembelian Sukhoi sudah ditandatangani 2019 dan sampai hari ini kontraknya belum berlaku efektif, sudah dua tahun, karena ada ancaman dan sanksi Amerika," terangnya.

"Juga ada kontrak yang dari 2019 juga, kontrak pembelian 3 kapal selam dari Korea Selatan. Ditandatangani 2019 juga dan sampai saat ini belum efektif juga karena ada masalah-masalah teknis. Jadi, penandatanganan kontrak itu bukan berarti kontrak sudah efektif," tandasnya.

Berita Lainnya
×
tekid