Kemenkes bantah komersialisasi rapid test

Penetapan tarif tertinggi rapid test untuk menjawab keluhan masyarakat.

Penyelenggaraan rapid test Covid-19 di Puskesmas Senapelan, Kota Pekanbaru, Riau, Kamis (2/4/2020)/Foto Antara/FB Anggoro.

Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kemenkes Tri Hesty Widyastoeti membantah penetapan batas tarif tertinggi rapid test antibodi melalui Surat Edaran (SE) Nomor HK.02.02/I/2875/2020, merupakan bentuk komersialisasi.

“Ini membantu masyarakat supaya tidak bingung kalau ke tempat pelayanan kesehatan. Oh pasti harganya sekian. Itu yang menjadi alasannya. Kita menciptakan kewajaran harga-harga itu. Sehingga, tidak ada komersialisasi intinya,” ucap Hesty dalam konferensi pers di Graha BNPB, Jakarta, Senin (13/7).

Ia mengklaim, penetapan tarif tertinggi rapid test antibodi bermanfaat karena menjawab keluhan masyarakat. Bahkan, penetapan tarif tertinggi Rp150.000 disebut berlandaskan pertimbangan pertengahan rerata tarif termahal dan termurah yang telah beredar. 

Penetapan tarif tertinggi juga dinilai berdasarkan perhitungan wajar jasa pelayanan kesehatan, mulai dari alat perlindungan diri (APD), hingga rumah sakit.

“Kami kenapa menetapkan harga ini, karena ada berbagai variasi (harga rapid test) di luar. Ada yang di bawah Rp100.000, tetapi ada juga yang di atas Rp200.000,” tutur Hesty.