Kementerian PPPA diminta tak luput lindungi anak terduga teroris

Meski bagian dari keluarga terduga pelaku terorisme, anak tetap merupakan aset bangsa.

Personel Brimob Polda Lampung mengumpulkan sejumlah barang bukti usai penggeledahan rumah milik orang tua terduga teroris di Bandar Lampung, Lampung , Selasa (15/10)./ Antara Foto

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) diminta tak luput untuk melindungi anak terduga pelaku terorisme. Peraturan Menteri PPPA Nomor 7 Tahun 2019 tentang Pedoman Perlindungan Anak dari Radikalisme dan Tindak Pidana Terorisme, dinilai belum menjangkau perlindungan terhadap anak terduga teroris yang mengalami trauma atas tindakan aparat penegak hukum.

"Proses penangkapan terhadap terduga terorisme seringkali mengabaikan dimensi perlindungan anak. Hal ini terlihat dari cara-cara Densus 88 yang kerap menangkap terduga teroris dengan kekerasan, bahkan dilakukan di depan anak di bawah umur," ujar anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori, di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (14/11).

Menurutnya, hal ini merupakan persoalan serius yang luput dari perhatian. Perlakuan aparat terhadap terduga teroris yang kerap mengabaikan hak-hak anak, berpotensi memunculkan dendam anak terhadap aparat maupun pemerintah.

"Hal ini tidak bisa dibiarkan, karena anak adalah aset bangsa," kata Bukhori.

Lebih jauh, Bukhori menyebut persoalan anak berhadapan dengan hukum (ABH) sangat mengkhawatirkan. Mengutip catatan akhir tahun 2018 Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dia menyebut kasus pelanggaran hak anak pada 2018 mencapai 4.885 kasus. Jumlah ini meningkat ketimbang 2017 yang jumlahnya hanya 4.579 kasus.