Kemkominfo bantah Polri soal penyebaran terorisme di Telegram

Menurut Kemkominfo, penyebaran konten terorisme lebih banyak terjadi melalui sosial media Twitter.

Ilustrasi aplikasi Telegram./ Pixabay.com

Pihak Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) membantah adanya konten terorisme dalam aplikasi pesan instan Telegram. Hal ini membantah pernyataan aparat kepolisian, terkait penangkapan sejumlah terduga teroris, yang menyebut komunikasi jaringan teroris dilakukan melalui aplikasi ini. 

Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kemkominfo, Samuel Abrijani Pangerapan, mengatakan penyebaran konten terorisme didominasi di media sosial Facebook, Instagram, dan Twitter. Namun sejak September 2019, konten radikal lebih banyak disebarkan melalui aplikasi Twitter.

"Sejak awal September hingga 16 Oktober, 69 konten radikalisme dan terorisme tersebar di Twitter," kata Samuel saat dikonfirmasi, Jumat (18/10).

Dia menjelaskan, Kemkominfo telah memblokir 3.128 konten radikalisme dan terorisme. Konten-konten tersebut paling banyak tersebar pada Maret 2019, yang totalnya mencapai 1.202.

"Semua konten berbau radikal dan terorisme itu sudah kami tangani," kata Samuel.