Kepala BKF: APBN 2022 harus antisipatif, responsif, dan fleksibel menghadapi ketidakpastian

untuk mendukung upaya reformasi struktural maka APBN akan terus diarahkan untuk mendukung peningkatan produktivitas.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Febrio Kacaribu dalam webinar Bincang APBN 2022, Senin (18/10). Foto tangkapan layar Youtube BKF Kemenkeu

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengatakan di tahun 2022 ekonomi Indonesia masih akan menghadapi ketidakpastian, karena belum berakhirnya pandemi Covid-19 dan dinamika perekonomian global.

“Untuk itu APBN 2022 ini harus terus antisipatif, responsif, dan fleksibel dalam merespon ketidakpastian tersebut. Namun harus juga tetap mencerminkan optimisme dan kehati-hatian,” ujar Febrio dalam dalam webinar Bincang APBN 2022, Senin (18/10).

Febrio mengatakan bahwa APBN 2022 tetap diarahkan untuk menuntaskan penanganan pandemi sekaligus melakukan upaya pemulihan ekonomi secara bertahap. Selain itu APBN 2022 juga terus diarahkan untuk mendukung upaya reformasi struktural dalam rangka mendukung akselerasi pertumbuhan dan menciptakan ekonomi yang kuat dan terus berkelanjutan di masa depan.

Febrio menjelaskan, untuk mendukung upaya reformasi struktural maka APBN akan terus diarahkan untuk mendukung peningkatan produktivitas melalui peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), konektivitas yang semakin merata, pembangunan infrastruktur, serta dukungan terhadap ekosistem hukum dan birokrasi yang kondusif bagi dunia usaha.

“Fokus utama APBN 2022 adalah terus melanjutkan upaya penanganan Covid-19, menjaga keberlanjutan program perlindungan sosial bagi masyarakat miskin dan rentan, memperkuat agenda peningkatan SDM yang unggul, berintegritas, dan berdaya saing, melanjutkan pembangunan infrastruktur, dan terus meningkatkan kemampuan adaptasi teknologi, terus memperkuat desentralisasi fiskal untuk peningkatan dan pemerataan kesejahteraan antar daerah, melanjutkan reformasi penganggaran dengan menerapkan zero based budgeting untuk menciptakan belanja negara yang lebih efisien, sinergis antara pusat dan daerah, fokus pada prioritas, berbasis hasil, serta antisipatif terhadap ketidakpastian,” tutur Febrio.