Klaim vaksin Nusantara karya anak bangsa: Nasionalisme sempit, cuma modal darah

Kubu pendukung BPOM tuding Terawan tak terbuka soal vaksin Nusantara.

Anggota tim pakar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Pandu Riono/Aline.id/Dwi Setiawan

Salah satu perwakilan gerakan moral mendukung Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sekaligus ahli epidemiologi dan biostatistik Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono, menyebut Terawan Agus Putranto selaku inisiator vaksin Nusantara tidak menjelaskan secara terbuka terkait ide dan gagasan vaksin sel dendritik tersebut.

Klaim vaksin Nusantara sebagai karya anak bangsa atau produk dalam negeri, lanjut Pandu, hanyalah nasionalisme sempit. “Kita bilang produk dalam negeri, ternyata tim peneliti asing, selanjutnya ada 12 orang (dari AIVITA Biomedical asal Amerika Serikat) yang melakukan pengujian di RSUP dr Kariadi, kemudian produk dalam negeri, ternyata antigen dan bahan-bahan lain itu untuk mencampur dengan sel dendritik itu diimpor dari negara lain juga. Jadi, kita cuma modal darah. Darah orang Indonesia yang kemudian dikatakan produk anak bangsa,” ucapnya dalam konferensi pers virtual, Sabtu (17/4).

Sementara perwakilan lainnnya, yakni Wakil Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Herawati Sudoyo menyebut, vaksin Merah Putih sebagai contoh produk dalam negeri. Sebab, dari pengembangan bibit vaksin (prototipe), hingga proses produksi betul-betul dilakukan di Indonesia.

Hingga saat ini BPOM banjir dukungan ihwal polemik vaksin Nusantara. Sebanyak 102 orang dan dua lembaga, yakni Kawal Covid-19 dan Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI), mendukung integritas dan independensi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Dukungan ini menyusul tekanan politik kepada BPOM terkait Vaksin Nusantara yang diprakarsai mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.

“Kami, yang nama-namanya tercantum di bawah ini, bersikap berpegang pada pendirian BPOM yang merupakan badan resmi di Indonesia dan bekerja berdasarkan prosedur-prosedur, disiplin, dan integritas ilmiah,” ujar Anggota Transparency International Indonesia (TII) Natalia Soebagjo hari ini.