Kasus ganja medis, koalisi sebut Reyndhart korban 'kampanye buta' antinarkotika

PN Kendari memvonis bersalah dan dihukum 10 bulan penjara.

Ilustrasi ganja. Pexels/Washarapol D BinYo Jundang

Koalisi Masyarakat Sipil Advokasi Narkotika untuk Kesehatan menyayangkan keputusan majelis hakim yang memvonis pengguna ganja untuk kepentingan medis, Reyndhart Rossy N. Siahaan, bersalah dan dihukum 10 bulan penjara, Senin (22/6).

Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), dianggap tak melihat dan menganalisis fakta persidangan secara menyeluruh. Pasalnya, Reyndhart menggunakan ganja sebagai jalan terakhir pengobatan untuk menghilangkan rasa sakitnya.

"Kasus Reyndhart Rossy harus membuka mata pemerintah, khususnya Presiden Joko Widodo (Jokowi), bahwa perang terhadap narkotika yang dikampanyekan sejak 2015 lalu telah menyeret Reyndhart Rossy sebagai salah satu korbannya," ujar perwakilan koalisi sekaligus pengacara publik dari LBH Masyarakat, Ma’ruf Bajammal, dalam keterangan tertulis, beberapa saat lalu.

Koalisi mengingatkan, Reyndhart tidak menggunakan ganja untuk kepentingan selain pengobatan. Namun, majelis hakim tidak menggunakannya sebagai pertimbangan dalam memutus perkara.

Dalam kondisi tersebut, Reyndhart semestinya masuk kategori daya paksa sebagaimana diatur dalam Pasal 48 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sehingga, dilepaskan dari seluruh tuntutan hukum.