Koalisi sipil: RUU Cipker mengancam kelompok minoritas

Terancamnya kelompok minoritas ditandai dengan kewenangan tambahan kepolisian melalui Pasal 82.

Massa Gerakan Rakyat Menolak (GERAM) menggelar aksi menolak omnibus law di Makassar, Sulsel, Rabu (11/3/2020). Foto Antara/Arnas Padda

Koalisi masyarakat sipil meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan DPR menghentikan pembahasan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Cipker) lantaran mengancam kelompok minoritas. Dicontohkan dengan Pasal 82 dalam draf sapu jagat (omnibus law) itu.

Pada pasal tersebut, kewenangan Polri ditambah mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat. Juga mengawasi "aliran" yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Bahkan, dapat melakukan pemeriksaan khusus sebagai tindakan dalam rangka pencegahan.

“Ketentuan tersebut berpotensi disalahgunakan dan membatasi hak-hak masyarakat, khususnya kelompok minoritas yang seringkali dianggap sebagai 'aliran sesat' sekaligus melanggengkan stigma, penyingkiran, diskriminasi, dan pelanggaran HAM yang terjadi berpuluh-puluh tahun kepada kelompok minoritas agama atau keyakinan," ujar perwakilan koalisi, Wahyu Wagiman, via keterangan tertulis, Rabu (15/7).

Ketentuan itu, bagi koalisi, mengekalkan diskriminasi dalam Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan Penodaan Agama. Padahal Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 140/PUU-VII/2009 menegaskan, tidak membenarkan pengakuan hanya terhadap enam agama di Indonesia.

Putusan MK Nomor 97/PUU-XIV/2016 pun menyatakan, diskriminasi terhadap aliran kepercayaan/kebatinan/penghayat melanggar konstitusi.