Komnas HAM sebut PHK pegawai KPK nyata terjadi

Komnas HAM menilai, dasar hukum pelaksanaan asesmen TWK KPK tidak jelas, terindikasi melanggar aturan.

Ketua Komnas HAM RI, Ahmad Taufan Damanik/Foto dok. Komnas HAM/Antara

Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Amiruddin Al- Rahab mengatakan, proses alih status pegawai KPK menjadi ASN melalui asesmen TWK hingga pelantikan pada 1 Juni 2021 diduga kuat sebagai bentuk penyingkiran pegawai dengan background tertentu. Khususnya, mereka yang terstigma atau dilabeli Taliban.

Pelabelan atau stigmatisasi Taliban terhadap pegawai KPK dinilai tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dari segi faktual maupun hukum. “Ini sebagai bentuk pelanggaran HAM. Stigmatisasi maupun pelabelan terhadap seseorang merupakan salah satu permasalahan serius dalam konteks HAM,” ucapnya dalam konferensi pers virtual, Senin (16/8).

Penggunaan stigma maupun label Taliban menjadi basis dasar pemutusan hubungan kerja (PHK) melalui proses alih status pegawai KPK menjadi ASN nyata terjadi. Penyelenggaraan asesmen TWK dalam proses alih status pegawai KPK itu dinilai tidak semata-mata melaksanakan perintah UU KPK terbaru 19/2019 dan PP 41/2020. Namun, memiliki intensi lain.

“Usulan, atensi, dan intensi penuh pimpinan KPK dalam proses perumusan, penyusunan, serta pencantuman asesmen TWK dalam Perkom 1/2021 merupakan proses yang tidak lazim, tidak akuntabel, dan tidak bertanggung jawab,” tuturnya.

Komnas HAM menilai, dasar hukum pelaksanaan asesmen TWK tidak jelas, sehingga terindikasi tidak sesuai dengan peraturan yang ada. Kerja sama BKN dengan pihak ketiga seperti BAIS, Dinas Psikologi AD, BNPT, BIN, dan lembaga yang tidak mau disebut, juga tidak memiliki dasar hukum yang kuat, Pelaksanaan assessment TWK juga tidak ideal ditinjau dari sisi keterbatasan waktu.