KPAI sebut paket kuota belajar berpotensi mubazir

Mayoritas menggunakan aplikasi justru lebih membutuhkan kuota umum.

Ilustrasi kuota internet. Alinea.id/Dwi Setiawan.

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan Retno Listyarti menilai, paket kuota belajar berpotensi mubazir karena minim penggunaan. Sedangkan paket kuota umum justru kemungkinan tidak cukup.

Berdasarkan survei KPAI pada April 2020, sebesar 87,2% responden melakukan interaksi Jarak Jauh (PJJ) daring melalui aplikasi WhatsApp, Line, Telegram, dan Instagram. Sebanyak 20,2% menggunakan zoom meeting, 7,6% video call WhatsApp, dan 5,2% telepon. Artinya, mayoritas menggunakan aplikasi justru lebih membutuhkan kuota umum.

Dari 1.700 responden, 55% penugasan dilakukan dengan mengirim video. Sayangnya, penugasan ini menghabiskan ruang memori gadget dan memerlukan kuota besar untuk pengiriman.  

“Kuota belajar dalam paket yang diberikan kepada para peserta didik berdasarkan apa spesifikasinya, apakah aplikasi yang sudah menjadi partner Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) ataukah semua aplikasi dapat dipergunakan dengan tidak terikat pada provider tertentu, sehingga peserta didik dapat memanfaatkan paket belajar,” ujar Retno dalam keterangan tertulis, Selasa (22/9).

Jika kuota belajar minim penggunaan, tetapi porsi kuotanya besar, maka perlu dioptimalkan untuk membantu PJJ daring. “Jangan malah menguntungkan providernya,” ucapnya.