Kronologi kasus korupsi di Bakamla

Bakamla RI tetap memulai proses lelang tanpa menunggu persetujuan anggaran dari Kemenkeu.

ut (PM) Totok Safaryanto (kedua kanan) dan Komandan Satuan Pelaksana Puspom AL Letkol Laut (PM) Tuyatman (kanan) memberikan keterangan pers terkait penetapan tersangka baru dalam pengembangan kasus suap Bakamla di gedung KPK. Antara Foto

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan backbone coastal surveillance system atau perangkat transportasi informasi terintegrasi Bakamla RI tahun anggaran 2016.

Keempat tersangka itu Ketua Unit Layanan Pengadaan Bakamla RI, Leni Marlena; anggota Unit Layanan Pengadaan Backbone Coastal Surveillance System, Juli Amar Ma'ruf; Direktur Utama PT CMI Teknologi (CMIT), Rahardjo Pratjihno; serta Pejabat Pembuat Komitmen Bakamla RI, Bambang Udoyo.

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, menjelaskan perkara tersebut bermula saat Bakamla RI mengusulkan anggaran untuk mengadakan perangkat Backbone Coastal Surveillance System (BCSS) yang terintegrasi dengan Bakamla Integrated Information System (BIIS). Untuk mengadakan perangkat tersebut diusulkan dana sebesar Rp400 miliar yang bersumber dari APBN-P 2016.

“Pada awalnya anggaran untuk pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS itu belum dapat digunakan walaupun ULP (unit layanan penyedia) Bakamla RI tetap memulai proses lelang tanpa menunggu persetujuan anggaran dari Kemenkeu,” kata Alex, saat konfrensi pers, di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (31/7).

Setelah itu, lanjut Alex, ULP Bakamla RI malah mengumumkan lelang pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS pada 16 Agustus 2016 dengan pagu sebesar Rp400 miliar. Padahal, nilai total Harga Perkiraan Sendiri (HPS) sebesar Rp399,8 miliar.