Larangan ekspor CPO seharusnya diikuti kebijakan pembelian TBS sawit

Menyusul kebijakan pelarangan ekspor CPO dan seluruh turunannya, harga TBS kelapa sawit dari petani rakyat langsung anjlok.

Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mulyanto. Foto: dpr.go.id

Anggota Komisi VII DPR Mulyanto mengatakan, kebijakan pemerintah melarang ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya harusnya diikuti dengan kebijakan pembelian tandan buah segar (TBS) sawit oleh pemerintah melalui BUMN dan lembaga terkait. Hal ini perlu dilakukan agar hasil panen petani sawit rakyat tetap tersalurkan ke industri yang membutuhan, sehingga harga jual TBS tetap terjaga. 

Hal ini diungkap Mulyanto dalam menanggapi aksi unjuk rasa ratusan petani rakyat di Kantor Menko Perekonomian, Istana dan Patung Kuda Kebon Sirih pada Selasa (15/5). Mulyanto menyebut pemerintah harus membuat kebijakan yang terintegrasi, terkait satu sama lain, agar tidak ada pihak yang dirugikan atas pemberlakuan sebuah kebijakan. 

"Terkait pembelian TBS sawit oleh pemerintah hal ini sangat dimungkinkan. Karena saat ini pemerintah sedang gencar memproduksi biofuel. Jadi tidak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak membeli hasil panen sawit rakyat," kata Mulyanto dalam keterangannya, Rabu (18/5).

"Mereka sudah tidak tahan lagi menanggung beban atas anjloknya harga TBS sejak Presiden Jokowi mengumumkan pelarangan ekspor CPO dan turunannya (22/4)," sambung dia.

Dia menilai pemerintah memang menghadapi  kondisi yang dilematis. Namun demikian, Mulyanto meminta pemerintah jangan takluk terhadap mafia minyak goreng dan pengusaha nakal lalu tunduk mencabut kebijakan larangan ekspor CPO tersebut.