Lockdown mandiri serampangan: Warga panik, negara tak hadir

Maraknya lockdown mandiri cermin lemahnya birokrasi.

Warga melintas di dekat akses masuk kampung yang ditutup di kawasan Pakem, Sleman, D.I Yogyakarta, Jumat (27/3/20)/Foto Antara Andreas Fitri Atmoko.

Karantina wilayah terbatas terjadi di sejumlah daerah. Lokal lockdown secara mandiri itu berlangsung dari tingkat kecamatan hingga RT dan RW. Ini dinilai sebagai penanda lemahnya birokrasi negara.

Langkah tersebut diambil masyarakat sebagai reaksi kekhawatiran atas penularan Coronavirus (Covid-19) yang kian mengganas. Mereka mengambil inisiatif saat kebijakan pemerintah pusat tak kunjung tegas.

"Secara sosiologis ini mencerminkan sebuah situasi di mana negara kita negara yang lemah," kata sosiolog Universitas Nasional (Unas) Jakarta Erna Ermawati Chotim saat dihubungi Alinea.id di Jakarta, Rabu (1/3).

Erna menilai wajar bila dalam situasi darurat Covid-19 ini masyarakat berinisiatif melakukan lokal lockdown sebagai reaksi kepanikan. Idealnya, hal ini tidak perlu terjadi.

Mestinya, kata dia, negara hadir melalui langkah konkret dan tegas. "Kalau misal satu masyarakat yang cukup kuat atau stabil, maka situasi darurat itu tidak akan menimbulkan kepanikan yang masif karena birokrasi dan unsur organ yang terkait dengan negara itu berjalan," kata dia.