Longsor di Anak Krakatau dipastikan jadi penyebab tsunami

Hasil kajian Badan Geologi berdasarkan pemantauan interpretasi citra menyebutkan, longsor di Gunung Anak Krakatau seluas 64 hektare (ha).

Petugas memeriksa data rekam seismograf pemantau aktivitas Gunung Anak Krakatau (GAK) di Pos Pengamatan GAK Pasauran, Serang, Banten, Selasa (25/12)./Antara Foto

Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rudy Suhendar menyatakan tsunami di Selat Sunda terjadi akibat longsor di Gunung Anak Krakatau.  

Hasil kajian Badan Geologi berdasarkan pemantauan interpretasi citra menyebutkan, longsor di Gunung Anak Krakatau seluas 64 hektare (ha). 

Aktivitas Gunung Anak Krakatau tercatat terus meningkat sejak 29 Juni 2018, frekuensi peningkatan paling besar terjadi pada 22 Desember 2018.

"Yang terekam oleh kami, pukul 21.03 sudah mulai agak besar dan tercatat di seismograf. Disertai kenaikan air laut yang menyebabkan tsunami pada malam itu," katanya saat melakukan pemantauan di Pos Pemantauan Gunung Api Anak Krakatau, Pasauran, Serang, Kamis (27/12).

Lalu pada 23 sampai 24 Desember terjadi embusan letusan dengan amplitudo cukup tinggi. Over skill menunjukkan aktivitas kegempaan tremor menerus dengan amplitudo 8 mm hingga 32 mm (dominan 25 mm). Itulah yang menyebabkan pada pagi tadi, status Gunung Anak Krakatau berubah dari waspada ke siaga.