Lukas Enembe harus kooperatif agar tata kelola pemerintahan Papua tak terganggu

Lukas Enembe tidak bisa optimal menjalankan tugas Gubernur Papua dalam beberapa waktu terakhir karena sakit dan menjadi tersangka KPK.

Gubernur Papua, Lukas Enembe. Dokumentasi Pemprov Papua

Gubernur Papua, Lukas Enembe, tidak bisa optimal menjalankan tugasnya sebagai kepala daerah dalam beberapa waktu terakhir karena sakit dan berstatus sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi APBD Papua. Sebab, sejak saat itu dia selalu berada di rumah dan dilarang para simpatisannya untuk beraktivitas di luar tempat tinggalnya.

Berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan oleh tim dokter dari Singapura, Lukas Enembe disebut mengalami kelemahan pada gerak dan bicara. Politikus Partai Demokrat itu bahkan didiagonis menderita gangguan pada keseimbangan saraf.

Masyarakat "Bumi Cenderawasih" pun kehilangan sosok pemimpin mengingat tidak ada pengisi kursi wakil gubernur sejak Klemen Tinal meninggal dunia 21 Mei 2021. Kekosongan Papua-2 dikabarkan akan berlangsung hingga 2024 menyusul nihilnya nama kandidat yang dimunculkan melalui partai politik (parpol) pengusung hingga batas akhir pencalonan.

Direktur Eksekutif Citra Institute, Yusa' Farchan, menilai, hal tersebut tidak bisa menjadikan alasan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuk penjabat (pj) gubernur Papua. Sebab, Lukas Enembe nyata adanya dalam kondisi sakit dan dibuktikan dengan keterangan dokter.

"Saya kira, tetap harus dihormati karena ini soal kemanusiaan. Yang jelas, hukum formal kita, kan, sudah mengatur bagaimana mekanisme penunjukan penjabat kepala daerah," ucapnya kepada Alinea.id, Jumat (14/10).