Menggugat pasal-pasal kontroversial RKUHP

Aliansi Nasional Reformasi KUHP menilai pasal-pasal dalam RKUHP beraroma kolonialisme, sehingga perlu ditolak.

Ilustrasi rapat paripurna DPR, yang menunjukkan sejumlah anggota fraksi Walk Out saat sidang pembahasan UU MD3/ Antara

Rapat paripurna Komisi III DPR RI yang digelar hari ini, Rabu (14/2) membahas nasib draf RKUHP. Dalam rapat ini pula, pengesahan RKUHP tersebut akan terjawab. Banyaknya pasal-pasal kontroversial yang sarat nuansa kolonialisme dalam aturan ini, melahirkan suara sumbang dari pelbagai kalangan yang tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi KUHP.

“Presiden Joko Widodo harus berhati-hati karena apabila RKUHP saat ini disahkan oleh DPR, rezim Jokowi dapat dianggap sebagai rezim yang membangkang pada konstitusi, membungkam kebebasan berekspresi, dan memberangus demokrasi,” tulis mereka dalam rilis laman resminya.

Lebih lanjut, gabungan 36 organisasi ini menilai, jika Jokowi membiarkan RKUHP ini disahkan, maka ia justru mengingkari Nawacita yang sedianya memberi rasa aman pada warga negara, tidak terwujudnya reformasi penegakan hukum, tidak tercapainya kesejahteraan masyarakat, dan tentu saja, tidak akan terjadi revolusi mental.

Ada tujuh alasan yang membuat RKUHP ini laik untuk ditolak bersama.

Pertama, RKUHP berperspektif pemenjaraan dan sangat represif membuka ruang kriminalisasi melebihi KUHP produk kolonial (over-criminalization). RKUHP menurut aliansi ini dinilai akan menghambat proses reformasi peradilan. Sebab, di dalamnya termaktub pasal-pasal yang rentan kriminalisasi baru dan ancaman pidana yang sangat tinggi.