Menteri LHK: Tak benar Amdal dihapus di omnibus law

RUU Omnibus Law Cipta Kerja memperhatikan aspek lingkungan.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (kelima kiri) didampingi Menteri BPN Sofyan Djalil (kiri), Menkum HAM Yasonna Laoly (kedua kiri), Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya (ketiga kiri), Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) menyerahkan surat presiden (surpres) RUU Cipta Kerja kepada pimpinan DPR Puan Maharani (ketiga kanan), di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (12/2/2020)/Foto Antara/Puspa Perwitasari.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menegaskan, dalam draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja, pemerintah tetap akan menggunakan izin Analisis Dampak Lingkungan Hidup (Amdal) untuk kegiatan usaha.

"Pada dasarnya perubahan atau penyesuaian dengan omnibus law ini tetap memperhatikan aspek lingkungan (berdasarkan Amdal)," kata Siti usai menyerahkan Surat Presiden (Surpres) dan naskah akademik RUU Omnibus Law Cipta Kerja kepada DPR RI, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (12/2).

Hanya saja, kata Siti, pada RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini persyaratan usaha tidak lagi dibebankan kepada swasta, melainkan dari pemerintah. Artinya, ketika izin usaha tidak memenuhi syarat dan standar pemerintah, maka tak bakal keluar izin usaha. 

Jadi, jelas Siti, kekuatan untuk menjaga kelestarian lingkungannya tetap ada. "Kenapa? Karena standar lingkungan itu mempunyai daya enforce, daya untuk kita mempersoalkan. Dan itu nanti ditetapkan dalam peraturan pemerintah (PP). Itu yang terkait dengan lingkungan. Jadi enggak benar kalau dibilang Amdalnya dihapus dan lain-lain itu tidak benar," jelas Siti.

Selain Amdal, ada juga perubahan ihwal pengadaan lahan. Pada RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini pemerintah sepakat menghapus presentase minimum luas pengadaan lahan untuk investasi.