Problem BPJS Kesehatan, dari defisit hingga rendahnya tingkat taat bayar

Selain menaikkan iuran, pemerintah juga diminta kembali menyuntikkan anggaran dana untuk menuntaskan defisit BPJS Kesehatan.

Petugas menata sejumlah kartu peserta BPJS Kesehatan, di kantor pelayanan BPJS Kesehatan Cabang Bekasi, di Bekasi, Jawa Barat, Rabu (30/10)./ Antara Foto

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan mulai berlaku 1 Januari 2020. Selain menaikkan iuran, pemerintah juga diminta kembali menyuntikkan anggaran dana untuk menuntaskan defisit BPJS Kesehatan.

Dewan Jaminan Sosial Nasional Agung Pambudhi mengatakan, tanpa bantuan dana dari pemerintah, beban defisit yang terlanjur membengkak susah teratasi. Di sisi lain, peningkatan pelayanan pun sulit terlaksana.

"Semestinya negara hadir dengan ikut menanggungnya (defisit BPJS). Alokasi anggaran ke hal yang kurang efektif saja bisa berhamburan, ini yang sangat mendasar mengapa tidak bisa?," ujar Agung dalam Forum Dialektika, Jakarta, Sabtu (2/10).

Senada dengan Agung, akademisi dari Universifas Prof Dr. Moestopo Paulus Januar Satyawan menegaskan, seharusnya negara bukan hanya sekadar mengatur, melainkan turut pula aktif menanggulangi defisit BPJS Kesehatan. Menurutnya, ada tiga hal yang perlu dikerjakan untuk mengatasi berbagai permasalahan defisit BPJS Kesehatan. Pertama, menegaskan paradigma BPJS Kesehatan, yakni sebagai perusahaan asuransi atau jaminan sosial negara. Ia menyarankan pemerintah bukan hanya menambal beban defisit BPJS Kesehatan dari cukai rokok atau minuman keras, tetapi juga dari pajak penghasilan.

Kedua, memperbaiki tata kelola manajemen dalam BPJS Kesehatan. Disamping mencegah celah kecurangan, BPJS Kesehatan perlu membenahi internalnya demi efisiensi. Ketiga, membenahi pola pelayanan dan jaminan mutunya.