MK tolak gugatan Ninmedia terkait siaran FTA tanpa izin

MK juga menilai hak ekonomi melekat pada hak cipta.

Petugas keamanan melintas di depan Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (23/5/2020).Foto Antara/dokumentasi

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh permohonan PT Nadira Intermedia Nusantara (Ninmedia). Dengan penolakan tersebut, lembaga penyiaran berlangganan harus meminta izin kepada free to air (FTA) jika ingin menyiarkan ulang. Hak siar milik lembaga penyiaran dilindungi keberadaannya oleh Negara.

Kasus ini sendiri berawal dari permohonan Direktur Ninmedia Jemy Penton di MK atas perkara nomor 78/PUU-XVII.2019. Pokok permohonan uji materi (judicial review) yang diminta Jemy ke MK menyoal UU ITE dan UU Hak Cipta, terkait penayangan siaran FTA oleh televisi berbayar yang menurutnya tidak perlu izin ke FTA.

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Hakim Konstitusi Anwar Usman, saat membacakan Amar Putusan, Selasa (29/9).

Putusan itu diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh sembilan Hakim Konstitusi, yaitu Anwar Usman selaku Ketua merangkap Anggota, Aswanto, Saldi Isra, Arief Hidayat, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, Manahan MP Sitompul, Enny Nurbaningsih, dan Daniel Yusmic P Foekh.

MK menjelaskan dalil pemohon yang menyatakan Pasal 32 ayat (1) UU 11/2008 sepanjang tidak dimaknai 'Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak,menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik publik, kecuali Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB) yang menyediakan dan menyalurkan siaran Lembaga Penyiaran Publik (LPP) dan Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) sesuai izin dari Negara' bertentangan dengan Pasal 28F UUD 1945 adalah tidak beralasan menurut hukum.