Muhammadiyah jawab tudingan ilmuwan BRIN: Wujudul Hilal lewat diskursus panjang

Pakaf Falak Muhammadiyah Arwin Juli Butar-butar menyayangkan tudingan ilmuwan BRIN yang menyebut metode hisab usang.

Muhammadiyah. Foto Muhammadiyah

Penentuan awal bulan menggunakan metode hisab wujudul hilal merupakan hasil ijtihad. Sebagai sebuah ijtihad, metode tersebut dihasilkan dari intensitas kajian yang tidak dangkal. Karena itu, ijtihad itu patut dihormati. 

Pakar Falak Muhammadiyah Arwin Juli Butar-butar menjelaskan itu sekaligus menjawab tudingan ilmuwan Badan Riset dan Inovasi Nasional alias BRIN, Thomas Djamaludin. Thomas menyebut metode hisab wujudul hilal Muhammadiyah menggunakan teori usang. 

Arwin menerangkan, sebuah ijtihad dalam fikih Islam tentu harus dihormati. Terlepas dari keunggulan dan kekurangannya. Manakala tidak sesuai atau tidak memenuhi keinginan suatu pihak, kata Arwin, tidak boleh dinilai secara tendensius. Apalagi distigma secara negatif.

Seandainya sentuhan dan pemahaman rasional-irfani ini dipahami secara baik, jelas Arwin, niscaya tidak akan muncul diksi dan narasi sinis-provokatif. Sebab, kata dia, dalam syariat cara menempati arti penting. 

"Bahkan sebuah adagium menyatakan ‘al-adab fauqa al-‘ilm’ (adab itu di atas ilmu). Artinya, secanggih apapun ilmu (epistemologi) tidak boleh mengabaikan aspek nilai (irfani)," kata Arwin, disitat dari laman Muhammadiyah, Senin (20/3)