MUI: Hewan terjangkit PMK berat tak sah jadi hewan kurban

Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh menjelaskan, penetapan itu dituangkan dalam Fatwa Nomor 32 Tahun 2022

Peternak berinteraksi dengan sapi peliharaannya yang sudah dibeli Presiden Joko Widodo untuk Kurban di Ciledug, Tangerang, Banten, Rabu (7/8/2020). Foto Antara

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia atau MUI menetapkan hewan yang terkena penyakit mulut dan kuku (PMK) gejala klinis kategori berat tidak sah untuk dijadikan hewan kurban. Hewan itu baru sah dijadikan binatang kurban bila sudah sembuh dari PMK pada hari-hari berkurban.

Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh menjelaskan, penetapan itu dituangkan dalam Fatwa Nomor 32 Tahun 2022 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban Saat Kondisi Wabah PMK. 

"Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat seperti lepuh pada kuku hingga terlepas dan/atau menyebabkan pincang atau tidak bisa berjalan serta menyebabkan sangat kurus hukumnya tidak sah dijadikan hewan kurban," kata Niam di MUI, Jakarta, Selasa (31/5).

Niam menjelaskan, apabila hewan tersebut sembuh pada hari-hari berkurban, yaitu 10, 11, 12, dan 13 Dzulhijjah, sah untuk dijadikan hewan kurban. Bila hewan sembuh dari PMK setelah tanggal tersebut, maka penyembelihan hewan tersebut terhitung sebagai sedekah.

Niam menyampaikan, ketentuan-ketentuan khusus ini hanya pada hewan PMK kategori klinis berat. Sementara pada PMK kategori ringan ditandai dengan lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan, dan keluar air liur lebih dari biasanya hukumnya sah jadi hewan kurban.