MUI minta perbedaan pilihan di Pilpres tak rusak ukhuwah islamiyah

Konsep keumatan tidak boleh dipersempit dan direduksi kepada sejumlah umat Islam semata.

Wakil Presiden Jusuf Kalla (tengah) berjabat tangan dengan Sekjen MUI Anwar Abbas (kiri) disaksikan Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsudin (kanan) saat menghadiri Rapat Pleno Dewan Pertimbangan (Wantim) MUI di Jakarta, Senin (6/8)./Antara Foto

Majelis Ulama Indonesia (MUI) berharap perbedaan pilihan politik di Pemilu Presiden (Pilpres) 2019 tak merusak ukhuwah islamiyah. Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim) MUI, Din Syamsuddin mengingatkan, etika dalam persaudaraan sesama umat muslim yaitu tidak saling menafikan dan tidak saling meniadakan. 

"Jalan politik adalah jalan yang terbuka, yang bisa diisi dengan ruh Islam dan juga bisa diisi dengan semangat Islam. Maka pesan saya yang terakhir,  janganlah sampai perbedaan aspirasi, kepentingan termasuk perbedaan calon dalam pilpres, membuat rusak ukhuwah islamiyyah," kata Din usai melakukan rapat pleno di Gedung MUI di Jakarta, Senin (6/8).

Din pun meminta agar partai politik tidak mengatasnamakan umat Islam. Konsep keumatan tidak boleh dipersempit dan direduksi kepada sejumlah umat Islam semata. Menurutnya, jumlah umat Islam mencapai 220 juta jiwa, sehingga tak boleh dikurangi hanya menjadi puluhan juta saja. 

"Tidak semua umat islam berada dalam partai-partai Islam atau partai berbasis massa Islam. Bahkan menyebar di banyak partai politik, termasuk yang tidak menggunakan nama Islam," sebutnya. 

Dia menegaskan, pengertian umat Islam harus dipandang secara keseluruhan, sebab kalau jumlah umat dipersempit, yang terjadi hanya klaim dari beberapa kelompok.