Ombudsman dapati malaadministrasi kepada pasien non-Covid-19

Misalnya, pasien diharuskan mengikuti tes Covid-19 dan menanggung biayanya.

Ilustrasi. Pixabay

Ombudsman Jakarta Raya menemukan praktik malaadministrasi yang dilakukan sejumlah rumah sakit (RS) dalam melayani masyarakat. Misalnya, pasien non-coronavirus baru (Covid-19) disyaratkan mengikuti tes cepat (rapid test) ataupun polymerase chain reaction (PCR) dulu.

"Kami menemukan bahwa tes (rapid test atau PCR) dijadikan prasyarat rumah sakit ketika akan menangani pasien non-Covid," kata Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Teguh Nugroho, melalui keterangan tertulis, Selasa (5/5). 

Kian memberatkan karena biaya pengetesan tidak ditanggung RS, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), ataupun asuransi. Ini mempersulit masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

Persoalan lain, ada prasyarat tambahan bagi pasien non-Covid19 dengan riwayat penyakit kronis dan serius, seperti yang membutuhkan cuci darah, ditetapkan sebagai orang dalam pemantauan (ODP). Kebijakan itu dikeluhkan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPDCI). 

"Penanganan kepada masyarakat yang memiliki penyakit kronis luput dari amatan pemerintah daerah. Mereka otomatis ditetapkan sebagai ODP, harus melakukan isolasi diri dan dirujuk melakukan perawatan penyakitnya di rumah sakit rujukan," jelasnya. Imbasnya, lebih rentan terhadap Covid-19.