Ombudsman temukan persoalan pengawasan napi mendapat hak asmilasi

Di antaranya Petugas Balai Pemasyarakatan (Bapas) kesulitan berkomunikasi dengan klien karena kontak yang tidak dapat dihubungi.

Sejumlah napi melambaikan tangannya kepada petugas saat berlangsung pembebasan di Lapas Kelas III Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Senin (6/4/2020). Foto Antara/Ampelsa.

Ombudsman Republik Indonesia menemukan permasalahan terkait penyelenggaraan, pembibingan, dan pengawasan asimilasi dan integrasi di tengah pandemi Covid-19. Setidaknya, terdapat tiga temuan utama dari persoalan tersebut.

"Di antaranya Petugas Balai Pemasyarakatan (Bapas) kesulitan berkomunikasi dengan klien karena kontak yang tidak dapat dihubungi, kesulitan sinyal pada daerah-daerah tertentu, serta klien tidak tinggal sesuai dengan yang tertera di surat keputusan (SK)," kata Anggota Ombudsman Adrianus Meliala, dalam keterangan resminya, Kamis (6/8).

Di samping itu, Ombudsman juga terdapat 23 napi asimilasi yang hilang kontak di Bapas Pati. Akar persoalan kontak ini lantaran narapidana tidak memberikan informasi kontak yang benar, bahkan beberapa narapidana tidak memiliki kontak.

"Kemudian beberapa alamat tidak diketemukan dan tidak sesuai dengan data awal. Kejadian serupa juga dialami oleh Bapas daerah lain," terang Adrianus.

Kendati demikian, Ombudsman menyarankan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM dapat meningkatkan kinerja Petugas Pembimbing Kemasyarakatan. Bagi Adrianus, pembekalan, pengarahan, dan assessment perlu dilakukan terhadap narapidana yang akan menjalani asimilasi dan integrasi.