Pelaksanaan tugas penindakan KPK rawan konflik kepentingan

Mayoritas jabatan tugas penindakan KPK berasal dari Polri.

Ketua KPK Firly Bahuri (kiri) menunjukkan berkas penandatanganan kontrak kerja Pejabat Eselon I dan II di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (5/3). Foto Antara/Indrianto Eko Suwarso/pras.

Indonesian Corruption Watch (ICW) merasa janggal dengan proses seleksi jabatan struktural di Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Pasalnya, mayoritas kandidat terpilih pada jabatan tugas penindakan berasal dari institusi Kepolisian Republik Indonesia atau Polri.

"Hal ini dikhawatirkan, dapat berpotensi menimbulkan konflik kepentingan pada saat ada kasus dugaan korupsi yang melibatkan dari institusi Polri," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana, dalam keterangan resmi yang diterima Alinea.id, Rabu (15/4).

Diketahui, terdapat tiga dari empat kandidat yang terpilih dalam proses seleksi jabatan KPK merupakan anggota Polri. Yakni, Brigjen Karyoto sebagai Deputi Penindakan, Kombes Endar Priantor sebagai Direktur Penyelidikan, dan Ahmad Burhanudin sebagai Kepala Biro Hukum.

Dengan porsi struktur seperti itu, potensi loyalitas ganda ketiga kandidat terpilih itu semakin kuat. Terlebih, Korps Bhayangkara menganut sistem hierarki. "Di waktu yang sama, para kandidat terpilih yang berasal dari Korps Bhayangkaran memiliki dua atasan sekaligus, yakni Kapolri dan Komisioner KPK," papar dia.

Kendati mayoritas kandidat terpilih berasal dari Polri, Kurnia menilai, hal ini akan membuat citra komisi antirasuah di bawah naungan Firli Cs didominasi oleh Korps Bhayangkara.