Komnas HAM: Pembubaran ormas harus berdasarkan putusan pengadilan

Dalam perspektif HAM, sanksi pencabutan status badan hukum suatu organisasi berdasarkan asas contrarius actus tidak dapat dibenarkan.

Wakil Ketua Internal Komnas HAM RI Munafrizal Manan. Foto komnasham.go.id

Pembubaran organisasi kemasyarakatan oleh pemerintah tanpa melalui proses pengadilan atau tanpa prinsip due process of law tidak hanya terjadi pada rezim Orde Baru. Era Reformasi sejatinya tidak mengubah praktik yang dapat memengaruhi hak kebebasan berserikat dan berkumpul yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara 1945 maupun instrumen HAM internasional Kovenan Hak Sipil dan Politik.

Demikian dikatakan Wakil Ketua Internal Komnas HAM RI Munafrizal Manan dalam diskusi publik daring bertajuk "Kebebasan Berserikat di Negara Demokrasi" seperti dilansir komnasham.go.id, Rabu (31/12).  

Menyinggung soal pembubaran atau pelarangan ormas, Munafrizal menegaskan agar pemerintah tidak membubarkan organisasi hanya berdasarkan asas contrarius actus serta tanpa mekanisme proses peradilan (due process of law). 

“Dalam perspektif HAM, sanksi pencabutan status badan hukum suatu organisasi berdasarkan asas contrarius actus sangat jelas tidak dapat dibenarkan karena memberikan keleluasaan dan sewenang-sewenang dalam mematikan suatu organisasi,” ujar Munafrizal.

Hal tersebut terkait dengan right to freedom of association sebagai negative rights yang bermakna negara dilarang melakukan intervensi yang mereduksi penikmatan atas hak tersebut. Serta disebut sebagai positive obligation, di mana negara wajib memastikan semua warga negara menikmati hak itu.