Pemerintah-DPR diminta transparan soal RUU Otsus Papua

Pemerintah mengajukan RUU Otsus Papua ke DPR, Februari 2020.

Masyarakat meneken petisi penolakan otsus jilid II saat aksi di Manokwari, Papua Barat, Kamis (30/7/2020). Twitter/westpapuamedia

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra, meminta pemerintah dan DPR transparan terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang Otonomi Khusus (RUU Otsus) Papua kepada masyarakat setempat. Jangan sampai senyap seperti beberapa regulasi lain.

"Pemerintah pusat tidak bisa membiarkan hal ini secara diam-diam saja atau misalnya menetapkan otsus jilid II ini hanya pemerintah dan DPR, seperti yang dilakukam misalnya ketika meloloskan revisi UU KPK atau meloloskan UU Minerba atau UU Cipta Karya," urainya dalam webminar Moya Discussions Group "Prihatin Papua", Kamis (30/7).

Sebelum membahas RUU Otsus Papua, pemerintah disarankan membangun dialog intensif bersama masyarakat dan tokoh setempat mengingat gelombang penolakan cukup luas. Jika tidak dilakukan, dikhawatirkan memicu konflik baru di "Bumi Cenderawasih".

"Itu bisa menimbulkan gelombang kekerasan, gelombang konflik antarwarga di Papua, akan banyak eksodus yang terjadi. Oleh karena itu, saya kira, pemerintah harus serius menangani ini. Tidak bisa hanya membawa, menetapkan UU ke DPR saja," tegasnya.

Pemerintah mengajukan RUU Otsus Papua ke DPR, Februari 2020. Pangkalnya, regulasi sebelumnya, UU Nomor 21 Tahun 2002 berlaku selama 20 tahun dan akan berakhir 2021.