Cuma beri bansos, pemerintah gagal atasi masalah masyarakat terdampak Covid-19

Masyarakat terdampak Covid-19 juga membutuhkan bantuan berupa uang tunai.

Pekerja memasukkan paket bansos yang akan disalurkan ke dalam truk di Gudang Food Station Cipinang, Jakarta, Rabu (22/4/2020). Foto Antara/M. Risyal Hidayat

Bantuan sosial (bansos) yang diberikan pemerintah kepada masyarakat terdampak coronavirus baru (Covid-19) tidak tepat sasaran. Persoalan itu paling banyak dilaporkan warga ke posko pengaduan yang didirikan Rujak Center for Urban Studies bersama beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) lainnya.

Direktur Eksekutif Rujak Center for Urban Studies, Elisa Sutanudjaja, mengungkapkan, keluhan bansos terbanyak diadukan publik dari nyaris 100 laporan yang masuk. Pangkalnya, tak terdaftar sebagai penerima Kartu Jakarta Pintar (KJP), Program Keluarga Harapan (PKH), hingga kartu tanda penduduk (KTP) luar DKI Jakarta.

Ini menyebabkan masyarakat, khususnya perantau, yang tak berpenghasilan dan terjebak pelarangan mudik akan menjadi beban ganda bagi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta. Padahal, mereka tergolong kelompok rentan karena gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) atau kehilangan penghasilan akibat Covid-19 dan sukar memenuhi kewajibannya membayar tagihan listrik, air, hingga kontrakan.

"Jangan sampai mereka menjadi tunawisma dan menggelandang ke mana-mana. Kalau mereka pulang, lebih riskan. Maka, mereka harus tetap hidup di Jakarta. Jangan berarti tidak diperhatikan," ucap Elisa saat dihubungi Alinea.id di Jakarta, baru-baru ini. Berdasarkan data pengaduan, pandemi Covid-19 berdampak terhadap kelas menengah baru berpenghasilan Rp4,5 juta ke atas.

Selain Rujak Center, posko pengaduan juga melibatkan Lokataru Foundation, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), LBH Jakarta, Urban Poor Consortium (UPC), dan Amrta Institute for Water Literacy. Posko berfokus terhadap pemenuhan hak atas hunian layak, air, dan distribusi bantuan berupa sembako tersebut.