Kebijakan pemerintah menangani Covid-19 membingungkan

Konsolidasi pemerintah dalam penanganan Covid-19 belum maksimal dan tidak efektif.

Pemprov Jawa Barat akan menerapkan tiga metode rapid test masif wabah coronavirus dengan mendatangi warga yang berstatus PDP (Pasien Dalam Pengawasan) ke rumah, tes di rumah sakit dan layanan tanpa turun dari kendaraan (drive thru) pada (25/3). foto Antara/Fakhri Hermansyah/foc.

Kebijakan pemerintah dalam penanganan coronavirus atau Covid-19 dinilai membingungkan. Hal tersebut dikatakan Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, M Choirul Anam. 

Dia meminta, langkah pemerintah menangani Covid-19 harus lebih diperjelas. Sebab, hingga sekarang kebijakan yang ada  belum utuh. Ini tampak terlihat jelas, dari rencana rapid test Covid-19 yang dibatalkan karena mekanismenya bertentangan dengan imbauan sebelumnya.

Situasi tersebut, menurut Anam, menunjukkan konsolidasi penanganan Covid-19 dalam tataran pemerintah belum maksimal dan efektif. "Ini terjadi pada model rapid test yang dibatalkan karena dilakukan secara kerumunan. Padahal, kebijakan utamanya, menghindari kerumuman," kata Anam dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (24/3).

Sementara itu, terkait sanksi terhadap masyarakat yang tidak melaksanakan anjuran dilarang berkumpul, Anam berpendapat, sebaiknya mereka tidak dikenakan hukuman pidana. Melainkan sanksi kerja sosial. Sanksi ini jauh lebih baik.

Menurut dia, sanksi seperti itu bisa dilakukan dalam situasi darurat seperti ini. Terlebih, bisa menjamin tujuan utama mengatasi keadaan darurat segera tercapai. Namun, Anam menekankan sebaiknya diterapkan juga untuk menggalang solidaritas.