Pemprov DKI Jakarta didesak sikapi bahaya pencemaran udara

Aktivis komunitas pejalan kaki Alfred Sitorus menantang pemerintah provinsi DKI Jakarta berani mengambil kebijakan yang tidak populis.

Sejumlah kendaraan melintas di jalan Jendral Sudirman, Jakarta, Selasa (18/6)./AntaraFoto

Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) merekomendasi pembaruan standar pengukur baku mutu kualitas udara Jakarta. Kebijakan itu dapat dilakukan melalui penetapan tolok ukur tingkat pencemaran udara di wilayah DKI Jakarta sesuai ketentuan WHO.

“Pemerintah kita sangat konservatif dalam pencegahan pencemaran udara, juga terlalu menggunakan prinsip kehati-hatian,” ujar Ahmad Safrudin selaku Direktur Eksekutif KPBB di Jakarta, Jumat (28/6).

Terdapat lima parameter pencemaran udara menurut WHO, yaitu kadar partikel debu atau PM, ozon, nitrogen dioksida, hidrokarbon, dan karbon monoksida. Untuk parameter kadar partikel debu, standar baku mutu udara Jakarta ditentukan sebesar 50 ug/m³. Hal ini melebihi ambang baku mutu udara yang ditentukan Badan Kesehatan Dunia atau WHO yaitu 20 ug/m³.

Dia menyarankan perubahan ambang baku mutu yang mendekati atau bahkan sesuai standar WHO tersebut. Ini penting dilakukan dalam menjamin kesehatan dan kualitas hidup warga ibu kota.

Pada Januari hingga Juni 2019, kualitas udara rata-rata di DKI Jakarta pada PM 2.5 mencapai 60 ug/m³.