Penghinaan terhadap pengadilan karena lemahnya aturan

Indonesia belum memiliki UU khusus yang mengatur tentang perlindungan terhadap lembaga peradilan.

Suasana sidang pembacaan putusan (vonis) kasus suap hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (11/70./ Antara Foto

Masih terjadinya berbagai kasus penghinaan terhadap pengadilan menggambarkan betapa lemahnya pengaturan tentang contempt of court sebagai bentuk perlindungan terhadap lembaga peradilan di Indonesia.

Lemahnya aturan hukum tentang contempt of court ini tercermin dari belum adanya undang-undang yang secara khusus mengatur. Sampai saat ini Indonesia belum memiliki UU khusus yang mengatur tentang perlindungan terhadap lembaga peradilan.

“Walhasil, tindakan yang jelas-jelas merendahkan martabat dan wibawa lembaga peradilan akan terus terjadi. Bahkan tindakan penghinaan tersebut dianggap menjadi hal biasa dalam sebuah proses persidangan di lembaga peradilan,” ujar Hasbi Hasan, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung, Rabu (31/7).

Hasbi mengatakan, beberapa ketentuan yang ada sebagaimana diatur dalam Pasal 207, Pasal 217, dan Pasal 224 KUHP sangat lemah dan belum cukup mengakomodir semua jenis penghinaan terhadap pengadilan yang ada sekarang. Berbeda halnya, di negara-negara lain, terutama negara maju yang menjunjung tinggi hukum dan demokrasi, perlindungan terhadap wibawa dan martabat pengadilan diatur secara ketat dalam peraturan perundang-undangan. 

Menurut dia, penyerangan terhadap hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat oleh pengacara bernama Desrizal pada Kamis (18/7/2019), menambah deretan catatan buram berbagai bentuk tindakan penghinaan terhadap pengadilan. Penghinaan terhadap lembaga pengadilan juga pernah terjadi dalam kasus terbunuhnya M Taufiq, hakim Pengadilan Agama Sidoarjo. Taufiq tewas setelah ditikam Kolonel (AL) M Irfan saat sang hakim mengadili perkara rebutan harta gono gini antara Irfan dengan mantan istrinya.