Penyanderaan di Mako Brimob, tamparan keras bagi Polri

Insiden di Rutan Mako Brimob terjadi di saat Kapolri Jenderal Tito Karnavian berkunjung ke Jordania untuk berbicara tentang isu terorisme.

Anggota Polri melakukan pengamanan di Mako Brimob/Antara Foto

Insiden kerusuhan di Rutan Brimob disesalkan sejumlah kalangan. Terlebih peristiwa itu terjadi di markas pasukan elit kepolisian dan lima anggota Polri gugur setelah disandera napi teroris.  

"Tamparan keras buat Brimob, Densus 88 dan Polri. Sebab peristiwa tragis ini terjadi di markas pasukan elit kepolisian," terang Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW) Neta S Pane melalui keterangan tertulisnya, Rabu (9/5).

Neta pun mempertanyakan mengapa Polri begitu lamban dan tak transparan terkait adanya korban jiwa. Menurutnya, kelima anggota korps Bhayangkara sudah meregang nyawa sejak pukul 01.00 WIB dan baru diumumkan pada pukul 16.00 WIB.

"Sebelumnya Kepolisian selalu mengatakan tidak ada korban tewas dalam kekacauan itu. Sikap polisi yang tidak transparan ini sangat aneh," lanjutnya.

Selain itu, hingga Rabu sore, polisi juga mengatakan situasi sudah terkendali. Namun, faktanya Rutan Brimob masih dikuasai tahanan teroris dan masih ada polisi yang disandera. Bahkan, 165 tahanan teroris masih menguasai sekira 30 senjata api yang sebagian besar laras panjang serta 300 amunisi. Sedangkan polisi, belum berhasil memutus komunikasi para tahanan teroris dengan jaringan mereka di luar Rutan.