sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Penyanderaan di Mako Brimob, tamparan keras bagi Polri

Insiden di Rutan Mako Brimob terjadi di saat Kapolri Jenderal Tito Karnavian berkunjung ke Jordania untuk berbicara tentang isu terorisme.

Ayu mumpuni
Ayu mumpuni Rabu, 09 Mei 2018 20:26 WIB
Penyanderaan di Mako Brimob, tamparan keras bagi Polri

Insiden kerusuhan di Rutan Brimob disesalkan sejumlah kalangan. Terlebih peristiwa itu terjadi di markas pasukan elit kepolisian dan lima anggota Polri gugur setelah disandera napi teroris.  

"Tamparan keras buat Brimob, Densus 88 dan Polri. Sebab peristiwa tragis ini terjadi di markas pasukan elit kepolisian," terang Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW) Neta S Pane melalui keterangan tertulisnya, Rabu (9/5).

Neta pun mempertanyakan mengapa Polri begitu lamban dan tak transparan terkait adanya korban jiwa. Menurutnya, kelima anggota korps Bhayangkara sudah meregang nyawa sejak pukul 01.00 WIB dan baru diumumkan pada pukul 16.00 WIB.

"Sebelumnya Kepolisian selalu mengatakan tidak ada korban tewas dalam kekacauan itu. Sikap polisi yang tidak transparan ini sangat aneh," lanjutnya.

Selain itu, hingga Rabu sore, polisi juga mengatakan situasi sudah terkendali. Namun, faktanya Rutan Brimob masih dikuasai tahanan teroris dan masih ada polisi yang disandera. Bahkan, 165 tahanan teroris masih menguasai sekira 30 senjata api yang sebagian besar laras panjang serta 300 amunisi. Sedangkan polisi, belum berhasil memutus komunikasi para tahanan teroris dengan jaringan mereka di luar Rutan.

"Sangat disayangkan kenapa para tahanan teroris itu bisa memiliki handphone selama di tahanan," sesalnya.

Merujuk pada kondisi tersebut, Neta mengaku khawatir jika kepolisian bertindak gegabah, para tahanan teroris akan kembali memangsa polisi yang disandera dan kemudian melakukan serangan bunuh diri. Menurutnya, jika polisi kembali meregang nyawa, para teroris merasa akan mendapat kemenangan besar. Sedangkan di saat bersamaan, Kapolri Jenderal Tito Karnavian sedang berada di Jordania membuka pameran dan berbicara tentang keberhasilan Indonesia dalam memberantas terorisme.

"Inilah yang harus dicegah kepolisian. Sangat ironis tentunya," tandasnya.

Sponsored

Sementara Ketua Setara Institute Hendardi menilai kasus Rutan Mako Brimob menunjukkan bahwa penanganan narapidana dan lembaga pemasyarakatan terorisme tidak bisa menggunakan standar biasa. Napi teroris termasuk kategori high risk dan perlu penanganan khusus.

"Pemerintah harus memberikan dukungan penguatan Lapas untuk jenis-jenis kejahatan serius," papar Hendardi.

Karena itu, penyikapan atas terorisme kata dia, harus terus dilakukan dan dimulai dari hulu permasalahan teroris, yakni intoleransi. Hendardi pun meminta semua pihak harus menghentikan politisasi isu intoleransi dan radikalisme hanya untuk kepentingan politik elektoral 2018 dan 2019, yang justru memberikan ruang bagi kebangkitan kelompok ekstremis.

Berita Lainnya
×
tekid