Perbudakan ABK Indonesia di kapal asing: Pengawasan kendor, regulasi ompong

Kasus dugaan perbudakan ABK WNI di kapal asing kembali terjadi. Banyak celah yang harus dicermati.

Ilustrasi eksploitasi ABK Indonesia. Alinea.id/Oky Diaz.

Pekan lalu, MBC—sebuah media asal Korea Selatan, menayangkan video yang menggambarkan kekejaman terhadap anak buah kapal (ABK) asal Indonesia di kapal berbendera China. Di dalam video itu terlihat jenazah yang dibungkus kain berwarna oranye, dibuang ke laut oleh beberapa awak kapal.

Pada 8 Mei 2020, 14 ABK asal Indonesia yang diduga mengalami ekspoitasi itu tiba di tanah air. Mereka termasuk dari total 46 warga Indonesia yang bekerja di empat kapal ikan China, yakni Long Xing 600, Tian Yu 8, Long Xing 605, dan Long Xing 629.

Dalam kesaksiannya, ABK asal Indonesia itu diperlakukan buruk selama bekerja di kapal ikan itu, seperti bekerja hingga 30 jam, gaji yang diterima tak sesuai kontrak, dan mendapat makan dan minum tak layak.

ABK yang sudah bekerja selama 13 bulan di kapal ikan itu, sebagian tak menerima gaji dan sebagian lainnya baru digaji setara tiga bulan. Ada ABK yang mendapat gaji US$120 atau sekitar Rp1,7 juta dalam 13 bulan bekerja. Mereka pun meminum air laut hasil penyulingan.

Selama bekerja, ada empat orang meninggal dunia karena sakit keras dalam waktu yang berbeda. Tiga orang jenazah dilarung ke laut, satu lainnya meninggal dunia sesaat mendapat perawatan medis di Busan, Korea Selatan.