Perempuan korban kekerasan tak puas pelaksanaan keadilan restoratif

Ini berdasarkan hasil kajian Komnas HAM di 23 kabupaten/kota pada 9 provinsi sejak Agustus 2022-September 2023.

Para perempuan korban kekerasan mengaku tak puas dengan pelaksanaan keadilan restoratif. Freepik

Para perempuan korban kekerasan tidak puas dengan kinerja penegak hukum dalam menerapkan keadilan restoratif (restorative justice). Ini berdasarkan hasil kajian Komisioner Nasional (Komnas) Perempuan di 23 kabupaten/kota pada 9 provinsi se-Indonesia, Agustus 2022-September 2023.

Dalam penelitian tersebut, sebanyak 48 korban dari 84 narasumber tidak puas dengan pelaksanaan mekanisme keadilan restoratif. Ketidakpuasan tertinggi di kepolisian, mencapai 27 narasumber atau 2 kali lipat daripada yang merasa puas.

"Polisi tidak mempunyai konsep pemulihan yang tepat atau pemulihan hanya diartikan sebagai perdamaian ganti rugi dalam bentuk denda. Korban tidak akan sampai pada pemulihan yang sebetulnya," ucap Wakil Ketua Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin, Selasa (19/9).

Selain itu, 45 korban dari 68 narasumber mengaku belum pulih dari kekerasan yang pernah dialaminya. Adapun 21 korban lainnya mengaku pulih berdasarkan kesepakatan yang dicapai.

Komisioner Komnas Perempuan yang juga Ketua Subkom Pengembangan Sistem Pemulihan, Theresia Iswarini, menambahkan, ada 5 ciri utama keadilan restoratif yang dilakukan dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan. Perinciannya, pelibatan prosedural bukan substantif, membuka celah impunitas dan keberulangan, mengabaikan pemulihan korban, mengutamakan citra semu harmoni, dan minim akuntabilitas.