Perkara pencurian dan jual beli data

Di era perkembangan teknologi sekarang, data pribadi pun gampang dicuri dan diperjual belikan. Perlu ada UU Perlindungan Data Pribadi.

Pencurian dan jual beli data merajalela di tengah perkembangan teknologi yang masif. Alinea.id/Oky Diaz.

Baru-baru ini, publik dikejutkan dengan cuitan akun Twitter @hendralm, yang mengunggah tangkapan layar dari sebuah grup di Facebook, terkait transaksi jual beli data Nomor Induk Kependudukan (NIK) KTP elektronik (e-KTP), Kartu Keluarga (KK), dan foto selfie. Dia menyebut, data itu dijual hingga jutaan rupiah.

Perkara pencurian dan jual beli data di media sosial bukan isapan jempol. Hal ini dialami Taufiq—bukan nama sebenarnya. Dia baru sadar datanya dijual di Facebook, setelah kerabat dekatnya mengirimkan bukti tangkapan layar transaksi yang mencantumkan foto selfie, NIK, dan KK miliknya.

"Dijual seharga Rp600.000. Itu kan bukan harga yang murah," ujar Taufiq saat dihubungi Alinea.id, Kamis (1/8).

Taufiq tak bisa menebak sama sekali, dari mana data pribadinya bisa tersebar, hingga sampai di tangan si penjual. Dia menduga, pesan-pesan pendek spam yang masuk ke telepon selulernya merupakan pangkal pencurian data.

Dia acap kali menerima pesan pendek dari nomor yang sama sekali tak dikenal, lalu ada keterangan kalau dia menang mobil atau rumah.

"Terus kan ada link untuk mengakses hadiah itu, ya saya kan penasaran, jadi saya klik begitu saja. Kata teman-teman saya, hal itu bisa jadi celah bagi pelaku untuk mencuri data yang ada di handphone saya," tuturnya.

Selain itu, celah lain yang dicurigai Taufiq adalah dalam kegiatannya meminjam uang di aplikasi fintech atau pinjaman daring. Fintech sendiri punya prosedur yang membuat penyebaran data pribadi sah secara hukum, yakni adanya kata sepakat dari konsumen saat memverifikasi akun.