Perpres TNI atasi terorisme, Panglima TNI tidak bisa buat keputusan politik

Panglima TNI hanya dapat menentukan bagaimana cara melaksanakan tugas.

TNI kembali ikut menangani persoalan terorisme di Indonesia. Ilustrasi Alinea.id/Dwi Setiawan

Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo mengungkapkan, Panglima TNI hanya dapat menentukan bagaimana cara melaksanakan tugas, sama sekali tidak bisa membuat keputusan politik tentang apa yang harus diperbuat TNI sebagai awal penugasan. Termasuk dalam pemberantasan terorisme.

Di sisi lain, pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme kontrol demokratik dan otoritas sipil masih lemah, khususnya untuk menegakkan tatanan berdasarkan kaidah demokrasi. Dikarenakan masih banyak masyarakat terbelenggu dalam tatanan dwifungsi ABRI dan berharap pelibatan TNI dalam kontraterorisme, tanpa memahami dasar-dasar peraturan perundang-undangan.

"Banyak kalangan TNI menganggap peran penjaga bangsa sebagai doktrin yang bersifat unik. Maka, tatanan dwifungsi di masa lalu pun dianggap masih tetap berlaku. Padahal, belum ada batasan tegas dan eksplisit tentang peran TNI dan Polri dalam kontraterorisme," kata dia dalam keterangan tertulis, Kamis (12/11).

Menurut Agus, penanganan aksi terorisme oleh Polri sudah cukup efektif. Penerbitan Perpres malah akan rawan dengan tumpang tindih peran antarlembaga, seperti Polri, BNPT hingga Densus 88.

Sementara itu, Analis Strategi dan Keamanan Universitas Andalas Zulkifli Harza mengatakan, kompleksitas aturan perbantuan TNI dalam kontraterorisme disebabkan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI menganut azas hukum humaniter. Padahal, Undang-Undang Nomor 5 tahun 2018 tentang tindak pidana terorisme menganut azas hukum pidana.