Persoalan klasik, data tak akurat untungkan mafia pangan

Ketidakakuratan data pangan itu tercermin dalam komoditas beras dan garam. Bahkan, ORI menduga ada maladministrasi pada data beras.

Beras bansos sebelum disalurkan. (foto: Antara)

Akurasi data pangan yang berujung pada kebijakan impor dianggap sebagai persoalan klasik. Anggota Komisi IV DPR, Mahfudz Siddiq menilai persoalan tersebut sengaja dipelihara.

"Saya lihat kondisi ini semacam sengaja dipelihara," ujar Mahfudz Siddiq saat berbincang dengan Alinea, Senin (5/2).

Anggota Fraksi PKS itu memaparkan, ada yang diuntungkan dibalik ketidakakuratan data dan tidak adanya institusi definitif yang berfungsi sebagai penyuplai data. Mahfudz pun menyebut, di era teknologi, sinkorinisasi data bukanlah hal yang susah.

"Pertanyaannya kan, masa iya soal data saja puluhan tahun tidak selesai-selesai? Apa susahnya sih di zaman yang sudah canggih teknologi seperti saat ini?" tegasnya.

Mantan Ketua Komisi I DPR itu lalu mengingatkan salah satu janji Presiden Joko Widodo dalam Pilpres 2014 lalu ialah memberantas mafia. Selain itu, ia menegaskan bahwa niatan swasembada pangan berarti meminimalisir impor. Meski demikian, Mahfudz tak yakin Jokowi mampu memberantas mafia pangan dengan sisa masa tugas 1,5 tahun.