sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Persoalan klasik, data tak akurat untungkan mafia pangan

Ketidakakuratan data pangan itu tercermin dalam komoditas beras dan garam. Bahkan, ORI menduga ada maladministrasi pada data beras.

Arif Kusuma Fadholy
Arif Kusuma Fadholy Senin, 05 Feb 2018 07:25 WIB
Persoalan klasik, data tak akurat untungkan mafia pangan

Akurasi data pangan yang berujung pada kebijakan impor dianggap sebagai persoalan klasik. Anggota Komisi IV DPR, Mahfudz Siddiq menilai persoalan tersebut sengaja dipelihara.

"Saya lihat kondisi ini semacam sengaja dipelihara," ujar Mahfudz Siddiq saat berbincang dengan Alinea, Senin (5/2).

Anggota Fraksi PKS itu memaparkan, ada yang diuntungkan dibalik ketidakakuratan data dan tidak adanya institusi definitif yang berfungsi sebagai penyuplai data. Mahfudz pun menyebut, di era teknologi, sinkorinisasi data bukanlah hal yang susah.

"Pertanyaannya kan, masa iya soal data saja puluhan tahun tidak selesai-selesai? Apa susahnya sih di zaman yang sudah canggih teknologi seperti saat ini?" tegasnya.

Mantan Ketua Komisi I DPR itu lalu mengingatkan salah satu janji Presiden Joko Widodo dalam Pilpres 2014 lalu ialah memberantas mafia. Selain itu, ia menegaskan bahwa niatan swasembada pangan berarti meminimalisir impor. Meski demikian, Mahfudz tak yakin Jokowi mampu memberantas mafia pangan dengan sisa masa tugas 1,5 tahun.

"Pemerintah kan masih punya waktu satu setengah tahun, dengan persoalan yang berat dan capaian yang belum signifikan, saya tidak yakin Jokowi bisa memberantas mafia-mafia ini. Saya ngomong gini, karena saya di Komisi IV dan saya tahu petanya, ya saya tidak yakin," tandasnya.

Sebelumnya Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan gejala maladministrasi pada pengelolaan data persediaan nasional dan kebijakan impor. Bahkan, Ombudsman memaparkan gejala maladministrasi diantaranya terkait penyampaian informasi stok yang tidak akurat terhadap publik. Kemudian pengelolaan data tersebut diduga mengabaikan prinsip kehati-hatian, penyalahgunaan wewenang, dan adanya konflik kepentingan.

Pemeritah sendiri berniat mengimpor 500 ribu ton beras untuk memperkuat stok dan menekan harga komoditas tersebut.

Sponsored

Tak hanya beras, komoditas garam pun demikian. Usai rapat koordinasi pada Jumat 19 Januari lalu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan pemerintah siap mengimpor 3,7 juta ton garam industri. Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan dan diharapkan industri mampu membuat perencanaan yang baik guna mendorong ekspansi bisnis.

Angka 3,7 juta ton pun dianggap sudah disesuaikan dengan kebutuhan garam industri per tahun. Sedangkan dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI pada Senin 22 Januari, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan impor garam sebanyak 3,7 juta ton tidak sesuai dengan rekomendasi yang dikeluarkan oleh lembaganya.Bahkan, Susi mengingatkan berbagai pihak untuk tidak mempolitisasi permasalahan impor garam.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid