Pidato kenegaraan Presiden Jokowi tak cerminkan kondisi riil

Jumisih menilai, RUU Cipker merenggut kemerdekaan rakyat.

Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) berunjuk rasa tolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja di depan gedung DPRD Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Senin (9/3). Foto Antara/Syaiful Arif/wsj.

Gerakan Buruh Bersama Rakyat kembali turun ke jalan menuntut penghentian pembahasan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Cipker). Sebab, jika disahkan akan mencabik-cabik semangat kemerdekaan dan mengangkangi Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Humas Gerakan Buruh Bersama Rakyat, Jumisih menilai, pidato kenegaraan Presiden Jokowi tidak mencerminkan bagaimana kondisi riil yang terjadi atas rakyatnya saat ini. "Bukan dengan narasi-narasi yang seolah berpihak, namun ada fakta jahat dibalik itu semua," kata Jumisih, dalam keterangan tertulis, Jumat (14/8).  

Buruh tanpa memandang kerah putih atau kerah biru, kata dia, bakal terancam hubungan kerja kontrak dan outsourching seumur hidup.  Dia menambahkan, diupah murah dan minim hak cuti. "Cita-cita untuk mewujudkan kerja layak (decent work) akan pupus," tuturnya.

Sedangkan, untuk buruh perempuan, pencabutan hak maternitas menjadi tantangan tambahan. Hingga saat ini, buruh perempuan mengkampanyekan perlindungan kesehatan produksi perempuan. 

Tetapi, RUU Cipker hadir untuk menggugurkan upaya pemenuhan hak cuti haid, cuti keguguran, atau melahirkan. "Semua itu sirna dalam Omnibus Law Cilaka. Padahal, semua manusia terlahir dari rahim perempuan," ucapnya.