PJJ dan kian kelamnya masa depan siswa miskin 

Masa depan siswa miskin terancam karena harus belajar jarak jauh dengan fasilitas dan bimbingan yang minim.

Ilustrasi siswa miskin belajar di rumah. Alinea.id/Bagus Priyo

Wajah Kurniasih terlihat gusar. Hari masih pagi, tapi emosinya sudah hampir sampai di ubun-ubun. Kurniasih kesal melihat buku-buku sekolah yang ditinggalkan begitu saja oleh putranya yang masih duduk di kelas 2 sekolah dasar. 

"Saya kewalahan ngurus dia, belajarnya sambil lari-lari. Ini saja dia sudah main," kata Kurniasih saat berbincang dengan Alinea.id di kediamannya di Jalan Percetakan Negara IV, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Jumat (6/11) pagi.

Sejak metode pembelajaran jarak jauh (PJJ) diberlakukan, putra Kurniasih bertemu guru secara daring sebanyak dua kali dalam seminggu dan mendapat penugasan melalui WhatsApp. Kurniasih membimbing sendiri anaknya yang berusia 7 tahun itu.

Hanya tamatan sekolah menengah pertama (SMP), Kurniasih mengaku kewalahan mengajari anaknya. Apalagi, perempuan berusia 36 tahun itu juga harus mengurus toko kelontong miliknya di samping rumah.

"Saya ajarin, tapi materi seperti Bahasa Inggris itu enggak tahu saya. Saya harus buka Google sana-sini. Mana dianya lari-lari, terus saya juga urus pekerjaan rumah lainnya. Repot sekali. Saya harap semoga tahun depan mereka sudah bisa di sekolah," ujar Kurniasih.