Polemik tuntutan Eliezer, pengamat: Jangan terpancing memojokkan jaksa

"Kita tunggu putusan pengadilan yang dapat memberikan rasa keadilan sebagaimana juga telah disampaikan keadilan versi penuntut umum."

Ilustrasi. Pengamat meminta semua pihak tidak terpancing untuk memojokkan jaksa seiring berpolemiknya tuntutan 12 tahun penjara terhadap Richard Eliezer (Bharada E) dalam kasus pembunuhan berencana Yosua Hutabarat (Brigadir J). Foto Antara/M. Risyal Hidayat

Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Al Azhar (UAI), Suparji Ahmad, meminta semua pihak merespons polemik tuntutan 12 tahun penjara terhadap terdakwa pembunuhan berencana Yosua Hutabarat (Brigadir J), Richard Eliezer (Bharada E), dengan kepala dingin. Sebab, jaksa penuntut umum (JPU) dinilai bekerja maksimal dan sesuai fakta persidangan.

"Permasalahan hukum yang muncul harus disikapi dengan kepala dingin, jangan sampai terpancing untuk memojokan aparat penegak hukum yang sudah bekerja secara maksimal dan berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan," serunya kepada Alinea.id, Sabtu (4/2).

"Kita tunggu putusan pengadilan yang dapat memberikan rasa keadilan sebagaimana juga telah disampaikan keadilan versi penuntut umum yang bekerja secara merdeka, tidak diintervensi oleh pihak kekuasaan mana pun, termasuk intervensi dari opini publik yang mungkin saja terjadi bias," imbuhnya. 

Tuntutan 12 tahun ini menuai polemik lantaran banyak pihak merasa Bharada E harusnya dituntut lebih rendah. Alasannya, berstatus sebagai saksi pelaku yang bekerja sama (justice collaborator/JC).

Suparji mengakui justice collaborator merupakan salah satu pihak yang berperan besar dalam mengungkapkan suatu tindak pidana. Bahkan, sesuai Pasal 10 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, kesaksian justice collaborator dapat dijadikan pertimbangan untuk meringankan pidana yang akan dijatuhkan.